<p> KIM SANGEH- <i><b>Kuningan</b></i><i><b> sejak awal merupakan rangkaian dari hari raya suci Galungan. Menurut Lontar Purana Bali Dwipa, Hari Raya Kemenangan Dharma atas a-Dharma pertama kali dirayakan tahun</b></i><b><i> </i></b><b><i>882</i></b><b><i> </i></b><b><i>Masehi </i></b></p> <p dir="ltr"> <i>Rahajeng nyangra Hari Raya Kuningan bagi umat se-Dharma.</i><br /> <i>Sedikit info Memaknai perayaan Kuningan yg disadur seorang sahabat FB. Semoga bermanfaat dalam pendakian spiritual dan memperkokoh pemaknaan hari raya Kemenangan ini... Astungkara</i></p> <p dir="ltr"> <i>Kuningan </i>merupakan rangkaian dari hari raya suci Galungan. Menurut beberapa sumber kompeten, umat Hindu merayakan hari raya kemenangan dharma melawan adharma ini sejak sekitar 1.200 tahun silam. Menurut Lontar Purana Bali Dwipa pertama kali dirayakan tahun 882 Masehi.</p> <p dir="ltr"> Kata Kuningan berasal dari kata "uning" yang artinya "ingat". Kuningan juga bisa berasal dari "kuning" yang artinya makmur. Dari asal katanya kita tdk dapat memahami makna Kuningan.</p> <p dir="ltr"> Untuk dapat memaknainya tentunya harus merujuk pada sastra-sastra yang ada. Jika sekiranya dari sastra2 yang ada seperti dalam lontar Sunarigama, Aji Swamandala, Purana Bali Dwipa, Sri Jayakasunu (lontar2 yang menjelaskan ttg Galungan dan Kuningan), tdk ada diuraikan ttg makna Kuningan, maka jalan lain yang dapat  dijadikan rujukan tentunya dari simbol2 Banten yang khas disajikan saat Kuningan yaitu Tamiang berikut ter dan kolem-nya, Endongan atau kompek dalam bentuk tas, dan adanya banten Tebog dan Selanggi;</p> <p dir="ltr"> Dengan menunjuk adanya tamiang (temeng), Kuningan lalu dimaknai sbg perayaan untuk selalu menjaga kemenangan dharma (kebenaran) yang dirayakan saat Galungan. Namun dgn menghubungkan pd perlengkapan tamiang berupa ter dan kolem (sbg bentuk senjata) serta adanya endongan yang berisi lauk pauk dll, maka Kuningan dimaknai juga agar kita selalu berperang (symbol tamiang dan perlengkapannya) melawan adharma dan bekal untuk berperang adalah isi endongan itu sendiri.</p> <p dir="ltr"> Makna lain dari Kuningan dgn mengacu pada mitos persembahyangan Kuningan tidak boleh dilakukan lewat dari jam 12.00 siang karena katanya lewat dari jam tsb para Dewata dan Dewa Pitara (Dewa mur mwah maring Swarga), mk Kuningan kemudian dimaknai sbg turunnya para Dewata dan Dewa Pitara untuk memberikan anugrah yang akan ditaruh di endongan tsb, dan turunnya harus dijaga/diamankan dengan Tamiang dan perlengkapannya.</p> <p dir="ltr"> Makna tersebut diatas, diberikan dengan mengacu pada asal kata Kuningan yaitu "uning". Lalu bagaimna jika mengacu dr kata kuning yang artinya "makmur".</p> <p dir="ltr"> Untuk itu mari kita perhatikan lebih lanjut komponen dr seluruh banten yang khas pada saat Kuningan yaitu :</p> <p dir="ltr"> 1. Banten Tebog dan Selanggi. Banten ini dibuat sedemikian rupa yaitu alas Tebog dibuat "meiseh" dan menonjol ke atas spt gunung, Selanggi juga alasnya spt gunung. Di dalam kedua banten  itu diisi nasi kuning, diatas nasi kuning disisi gambar wayang2an dr Panca Pendawa dan Sri Rama (yg terakhir ini sering tdk diisi dan diganti dengan potongan telor dadar dan kacang saur);</p> <p dir="ltr"> 2. Endongan dalam bentuk tas, didalamnya berisi lauk pauk, daun intaran, daun bingin, daun endongan, daun cemara, daun timbul dll (tp umumnya daun2an terakhir ini sering tidak diisi dlm endongan);</p> <p dir="ltr"> 3. Tamiang dengan perlengkapan berupa ter dan kolem ;</p> <p dir="ltr"> Dengan melihat pada adanya Banten Tebog dan Selanggi yang diisi nasi kuning yg dihaturkan pada setiap Palinggih, memiliki makna adanya permohonan untuk memperoleh kemakmuran atau hidup sejahtera (simbol nasi kuning).</p> <p dir="ltr"> Untuk mendapatkan kehidupan yang makmur, harus dilakukan secara bertahap (bentuk meiseh dr tebog ) dan dilakukan melalui perjuangan (symbol gunung/kerucut dlm tebog/selanggi).</p> <p dir="ltr"> Perjuangan bertahap untuk mendapatkan kemakmuran harus didasarkan atas kebenaran/dharma (symbol wayang Panca Pandawa dan Sri Rama).</p> <p dir="ltr"> Kehidupan makmur /sejahtera yang dimaksud adalah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia berupa pangan, sandang dan papan. Kebutuhan dasar hidup itu disimbolkan dari isi endongan yaitu lauk pauk (kebutuhan pangan), daun intaran (intaran - alisnya seperti daun intaran, berkaitan dengan penampilan manusia, shg dimaknai sbg pemenuhan sandang/pakaian), kemudian daun bingin (bingin dimakani sbg tempat berteduh yaitu papan/perumahan).</p> <p dir="ltr"> Dari isi Endongan ini maka hidup yang makmur adalah dipenuhi kebutuhan dasar manusia berupa pangan, sandang dan papan.</p> <p dir="ltr"> Kebutuhan dasar manusia tidak cukup hanya dipenuhinya pangan, sandang dan papan, tapi ada kebutuhan dasar lainnya lagi yaitu rasa aman. Rasa aman ini kemudian disimbulkan dari adanya Tamiang berikut ter dan kolemnya sbg simbul pemenuhan rasa aman.</p> <p dir="ltr"> Dengan memperhatikan makna dari jenis2 banten khas saat Kuningan diatas, apakah ini menandakan bahwa perayaan Kuningan sebagai pesan moral bagi kita umat Hindu agar dalam hidup ini selalu berjuang tahap demi tahap dengan berlandaskan dharma untuk dapat mencapai kehidupan yang makmur dan adil (yang terakhir ini disimbulkan dari banten adanya Tebog yg besar dan Selanggi yang kecil, yg keduanya berisi nasi kuning, sbg symbol keadlian distributive) ?</p> <p dir="ltr"> Karena Kuningan merupakan rangkaian dari Galungan, sehingga kemudian Kuningan dimaknai agar kita selalu mengingat kemenangan dharma, maka jika kemudian pesan moral yang disampaikan dari jenis2 banten dalam Kuningan sbgmn diuraikan diatas, maka ada baiknya kita coba kembali memaknai hari raya Galungan sebagaimna tertulis dalam Lontar Sunarigama menyatakan " _Budha Kliwon Dungulan Ngaran Galungan patitis ikang janyana samadhi, galang apadang maryakena sarwa byapaning idep_"</p> <p dir="ltr"> Artinya: Rabu Kliwon Dungulan namanya Galungan, arahkan ber-satunya rohani supaya mendapatkan pandangan yang terang untuk melenyapkan segala kekacauan pikiran.  </p> <p dir="ltr"> Dari lontar tersebut kiranya ada 2 makna yang terkandung yaitu _"patitis ikang jnyana Samadhi"_ hal ini mengandung makna agar kita semua selalu meningkatkan pengetahuan agama dan mensinergikan dengan pengetahuan lain "atau ‘tuntutan bagi umat Hindu untuk selalu meningkat ilmu pengetahuan Para Widya dan aparawidya"  dan<br /> _"galang apadang maryakena sarwa byapaning idep"_. Sebelum mulai mendalami ilmu pengetahuan dan agar pengetahuan tersebut berguna untuk jalan dharma, maka paling awal yang harus dilakukan adalah melenyapkan segala kekotoran pikiran shg diperoleh pikiran yang terang. Dengan pikiran terang maka ilmu pengetahuan akan mudah terserap, dengan diperolehnya ilmu pengetahuan maka merupakan bekal untuk memperoleh kehidupan yang makmur.</p> <p dir="ltr"> Makna tsb diatas adalah sejalan dengan perayaan Wijaya Dasami yang dilaksanakan di India yang berjalan selama 10 hari yang dilaksanakan melalalui upacara yang disebut Nawa Ratri, yaitu :</p> <p dir="ltr"> 3 malam pertama memuja dewi Durga dengan tujuan menghilangkan kekotoran dan niat buruk shg diperoleh pikiran yang terang, setelah diperoleh pikiran yang terang, kemudian dilanjutkan ;<br /> 3 malam lagi melalui pemujaan Dewi Saraswati  dengan tujuan agar meningkatkan kemampuan ilmu pengetahuan untuk menuntun dalam menjalani hidup; dan<br /> 3 malam terakhir memuja Dewi Laksmi (Dewi Kemakmuran) artinya puncak dari perjuangan membangun niat baik (mengalahkan adharma) dan menguasai ilmu pengetahuan adalah hidup sejahtera (makmur) lahir bathin.</p> <p dir="ltr"> Dengan demikian, dalam kehidupan saat ini, Kuningan harus dimaknai sebagai layaknya memaknai peringatan hari Kemerdekaan yaitu dengan mengisi kemenangan dharma ini melalui peningkatan sumber daya umat Hindu  agar mampu bersaing dan selalu hidup makmur.<br /> Suksme, semoga Dharma selalu menyertai kita semua.(006KIMSGH)</p>
SEJARAH DAN BANTEN HARI RAYA KUNINGAN
05 Jan 2019