<p style="text-align: justify;"> KIM SANGEH-Hari Raya Galungan biasa dimaknai sebagai kemenangan Dharma (Kebaikan) melawan Adharma (Keburukan), dimana tepat Budha Kliwon wuku Dunggulan kita merayakan dan menghaturkan puja dan puji syukur kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa).</p> <p style="text-align: justify;"> Mengenai makna Galungan dalam lontar “Sunarigama”yang dijelaskan sebagai berikut: Budha Kliwon Dungulan Ngaran Galungan patitis ikang janyana samadhi, galang apadang maryakena sarwa byapaning idep.</p> <p style="text-align: justify;"> Seperti kita telah ketahui, Kata “Galungan” berasal dari bahasa Jawa Kuna yang artinya menang atau bertarung. Galungan juga sama artinya dengan “dungulan”, yang juga berarti menang. Karena itu di Jawa, wuku yang kesebelas disebut Wuku Galungan, sedangkan di Bali wuku yang kesebelas itu disebut Wuku Dungulan.</p> <p style="text-align: justify;"> Artinya: Rabu Kliwon Dungulan namanya Galungan, arahkan untuk bersatunya rohani supaya mendapatkan pandangan yang terang untuk melenyapkan segala kekacauan pikiran. Jadi, inti Galungan adalah menyatukan kekuatan rohani agar bisa mendapat pikiran dan pendirian yang terang. Bersatunya rohani dan pikiran yang terang inilah wujud dharma dalam diri. Sedangkan segala kekacauan pikiran itu (byaparaning idep) adalah wujud adharma. Dari konsepsi lontar Sunarigama inilah didapatkan kesimpulan bahwa hakikat Galungan adalah merayakan menangnya dharma melawan adharma.</p> <p style="text-align: justify;"> Parisadha Hindu Dharma dapat menyimpulkan, bahwa upacara Galungan mempunyai arti Pawedalan Jagat atau sebagai Oton Gumi. Tidak berarti bahwa Gumi/ Jagad ini lahir pada hari Budha Keliwon Dungulan. Melainkan hari itulah yang ditetapkan agar umat Hindu di Bali menghaturkan maha suksemaning idepnya ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi atas terciptanya dunia serta segala isinya. Pada hari itulah umat bersyukur atas karunia Ida Sanghyang Widhi Wasa yang telah berkenan menciptakan segala-galanya di dunia ini.</p> <p style="text-align: justify;"> <strong>Makna Hari Raya Kuningan</strong></p> <p style="text-align: justify;"> Hari Raya Kuningan atau sering disebut juga Tumpek Kuningan jatuh pada hari Sabtu, Saniscara Kliwon, wuku Kuningan. Pada hari ini umat melakukan pemujaan kepada para Dewa, Pitara untuk memohon keselamatan, kedirgayusan, perlindungan dan tuntunan lahir-bathin. Pada hari ini diyakini para Dewa, Bhatara, diiringi oleh para Pitara turun ke bumi hanya sampai tengah hari saja, sehingga dalam pelaksanaannya upacara dan persembahyangan Hari Kuningan hanya sampai tengah hari saja. Sesajen untuk Hari Kuningan yang dihaturkan di palinggih utama yaitu tebog, canang meraka, pasucian, canang burat wangi. Di palinggih yang lebih kecil yaitu nasi selangi, canang meraka, pasucian, dan canang burat wangi. Di kamar suci (tempat membuat sesajen/paruman) menghaturkan pengambeyan, dapetan berisi nasi kuning, lauk pauk dan daging bebek. Di palinggih semua bangunan (pelangkiran) biasanya diisi gantung-gantungan, tamiang, dan kolem. Untuk setiap rumah tangga membuat dapetan, berisi sesayut prayascita luwih nasi kuning dengan lauk daging bebek (atau ayam). Tebog berisi nasi kuning, lauk-pauknya ikan laut, telur dadar, dan bentuk wayang-wayangan dari bahan pepaya (atau timun). Tebog tersebut memakai dasar taledan yang berisi ketupat nasi 2 buah, sampiannya disebut kepet-kepetan. Jika tidak bisa membuat tebog, bisa diganti dengan piring.</p> <p style="text-align: justify;"> Sesayut Prayascita Luwih : dasarnya kulit sesayut, berisi tulung agung (alasnya berupa tamas) atasnya seperti cili. Bagian tengahnya diisi nasi, lauk-pauk, di atasnya akan diisi tumpeng yang ditancapkan bunga teratai putih, yang dikelilingi dengan nasi kecil-kecil sebanyak 11 buah, tulung kecil 11 buah, peras kecil, pesucian, panyeneng, ketupat kukur 11 buah, ketupat gelatik, 11 tulung kecil, kewangen 11 pasucian, panyeneng, buah kelapa gading yang muda (bungkak), lis bebuu, sampian nagasari, canang burat wangi berisi aneka kue dan buah. Sesajen ini dapat juga dipakai untuk sesajen Odalan, Dewa Yadnya, Resi Yadnya dan Manusa Yadnya.</p> <p style="text-align: justify;"> Beberapa perlengkapan Hari Kuningan yang khas yaitu: Endongan sebagai simbol persembahan kepada Hyang Widhi. Tamyang sebagai simbol penolak malabahaya.Kolem sebagai simbol tempat peristirahatan hyang Widhi, para Dewa dan leluhur kita.</p> <p style="text-align: justify;"> Pada hari Rabu, Buda Kliwon, wuku Pahang, disebut dengan hari Pegat Wakan yang merupakan hari terakhir dari semua rangkaian Hari Raya Galungan-Kuningan. Sesajen yang dihaturkan pada hari ini yaitu sesayut Dirgayusa, panyeneng, tatebus kehadapan Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian berakhirlah semua rangkaian dari hari raya Galungan-Kuningan selama 42 hari, terhitung sejak hari Sugimanek Jawa.Jadi inti dari makna hari raya kuningan adalah memohon keselamatan, kedirgayusan, perlindungan dan tuntunan lahir-bathin kepada para Dewa, Bhatara, dan para Pitara. (006KIMSGH)</p>
MAKNA HARI RAYA GALUNGAN DAN KUNINGAN
26 Dec 2018